Medan, JournalisNews.com – Hari ketiga aksi damai yang dilakukan masyarakat kecamatan Biru Biru terkait menuntut uang ganti rugi tanah di depan kantor Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera II Medan Jl.A.H Nasution Pangkalan Masyur Medan diwarnai dengan kericuhan yang berujung dugaan tindak pidana penganiayaan terhadap salah satu masyarakat peserta aksi yang diduga dilakukan oleh salah seorang oknum pegawai BWS Sumatera II Medan,Kamis (7/11) siang.
Pantauan awak media dilokasi aksi kericuhan berawal saat masyarakat ingin bertemu dan bertanya langsung kepada kepala satuan kerja (Kasatker) bidang bendungan dan pembangunan Balai Wilayah Sungai (BWS) Maruli T.G Simatupang, kapan uang ganti rugi tanah masyarakat yang sudah menjadi proyek bendungan Lau Simeme akan dibayarkan.
Karena merasa kesal hanya dipertemukan dengan oknum kepala Security yang belum diketahui identitasnya , akhirnya masyarakat meluapkan kemarahannya kepada oknum kepala Security tersebut.
Melihat situasi sudah tidak kondusif akhirnya kepala Security tersebut bergegas meninggalkan lokasi aksi,namun masyarakat yang sudah merasa geram mencoba mengejar oknum kepala Security tersebut dan akhir terjadi aksi dugaan tindak pidana penganiayaan itu diduga dilakukan oleh salah seorang oknum pegawai BWS Sumatera II Medan terhadap salah seorang masyarakat peserta aksi dengan cara memiting (lihat pada gambar).
“Tau apa seorang Security terhadap permasalahan tanah kami ini,kami hanya menginginkan bertemu dengan Kasatker Maruli Simatupang yang harus bertanggung jawab terhadap pembayaran uang ganti rugi tanah kami, jangan jadi pengecut Maruli, temuin masyarakat yang sudah miskin kau miskinkan lagi ini,”teriak Piter Tarigan selaku kordinator aksi.
Karena sempat terjadi dugaan penganiayaan terhadap salah seorang masyarakat sekaligus peserta aksi,alhasil dugaan tindak pidana penganiayaan tersebut dilaporkan korban ke sentra pelayanan kepolisian terpadu (SPKT) Polrestabes Medan jl. H.M Said Medan.
Diduga karena tidak mengandung unsur pidana, awalnya petugas SPKT sempat tidak menerima laporan korban.Namun setelah difasilitasi oleh Kasat Intel Polrestabes Medan AKBP Masana Sembiring ,akhirnya laporan korban diterima petugas SPKT.
Karena pelayanan yang dianggap korban tidak proporsional dalam melayani masyarakat dengan petugas hanya dua orang tidak berimbang dengan jumlah masyarakat yang ingin membuat laporan, terlalu lama menunggu proses ,akhirnya korban bersama masyarakat lainnya pergi meninggalkan ruang SPKT.
Piter Tarigan selaku kordinator aksi sekaligus yang mendampingi korban juga turut kesal atas pelayanan yang terkesan lambat akhirnya mengajak korban bersama warga lainnya untuk meninggalkan ruang SPKT Polrestabes Medan.
“Kalau kita terus menunggu,mau sampai pukul 22.00 wib baru korban diperiksa.Bayangkan satu laporan memakan waktu sekitar 2 jam lebih,mau lah giliran kita pukul sepuluh malam ini baru dilayani,”ucap Piter Tarigan kesal sambil berlalu meninggalkan ruang SPKT kepada awak media.(tim)