Belawan, JournalisNews.com – Tawuran di Belawan ibaratkan “majikan tunggui ikan asin takut disambar kucing”.Artinya bila di tongkrongi daerah yang sering terjadi tawuran oleh petugas keamanan,maka tawuran akan senyap,tapi bila petugas tidak ada stand by di lokasi yang rawan sering terjadinya tawuran,maka bak film action tawuran kembali beraksi dengan sebab dan musabab yang tidak jelas.
Hal tersebut disampaikan salah seorang pengamat sosial dari salah satu universitas terkemuka yang ada di kota Medan,Prof Dr.Muhammad Yahya Nasution,M.Si saat berbincang ngopi bareng bersama kru JournalisNews.com di salah satu Cafe yang ada di Jalan Marelan Raya,baru-baru ini.
Beberapa lambang Group yang ada di Medsos diduga sebagai ajang untuk merekrut anggota tawuran (foto,Ist)
Lebih lanjut,Yahya Nasution mengatakan persoalan tawuran di Belawan yang berlangsung dari tahun ke tahun sejak dari tahun 70an bila dilihat dari kaca mata kehidupan sosial,tawuran dipicu dengan rentannya konflik antar warga di Belawan ini merupakan banyak dilandasi kurangnya pendalaman moral dalam berkehidupan bermasyarakat.
“Kita amat menyayangkan,kota Belawan termasuk salah satu kota tertua dari 21 Kecamatan di kota Medan,dengan lumbungnya para tokoh agama dan tokoh masyarakat,yang seyogyanya banyak orang-orang yang memiliki intlektual tinggi dalam berfikir,setidaknya mampu untuk membantu pemerintah daerah khususnya kota Medan untuk bersama-sama bersinergi bahu membahu meredam dengan cara-cara yang lebih efektif dan efisien,”sebutnya.
Sambungnya,memang tidak bisa dipungkiri dari pengaruh krisisnya moral yang terjadi diperparah lagi dengan dahsyatnya masyarakat yang rata-rata terjadi pada kaum millinial dengan kecanduan mengkomsumsi narkoba juga menjadi faktor yang signifikan terjadinya gangguan kamtibmas seperti tawuran.
“Pendalam ilmu agama yang seharusnya diajarkan kepada masyarakat untuk menempah moral dan kebathinan ini sulit ditanamkan kepada masyarakat tersebut karena sudah terlanjur terkontaminasi oleh obat-obatan terlarang tersebut.Disamping itu ada berkisar 50% prilaku untuk melakukan tawuran ini juga bisa terjadi karena pengaruh urbanisasi masyarakat pendatang,yang membawa budaya hidup bertolak belakang dengan kultur hidup masyarakat setempat yang sesungguhnya penuh cinta damai,”sebutnya lagi.
Terakhir sebelum mengakhiri obrolannya dengan awak media ini,Muhammad Yahya Nasution mengharapkan masyarakat Belawan dapat merubah paradikma dalam berfikir untuk saling menghargai,menghormati dan saling peduli kepada sesama.Masyarakat asli Belawan diharapkan tidak mudah terpengaruh dengan budaya kehidupan orang perantauan atau pendatang yang datang dan menetap di Belawan,yang nota benenya peradabannya bertolak belakang dengan gaya hidup masyarakat asli Belawan.
Subhan Fajri Harahap: Media Sosial Faktor Signifikan Terjadinya Aksi Tawuran
Terpisah, melalui pesan aplikasi WhatshApp Camat Medan Belawan Subhan Fajri Harahap,S,STP, M.A.P kala diminta tanggapannya terkait kerapnya terjadi aksi tawuran di wilayah Belawan dan sekitar, mantan Sekretaris Camat Belawan sekaligus pengamat dunia maya alias media sosial (medsos) mengutarakan hasil amatannya kepada kru JournalisNews.com dengan mentebutkan sebab musabab terjadinya tawuran di wilayah Belawan selain didasari faktor ekonomi,solisial dan pendidikan moral serta naiknya angka grafik penyalahgunaan narkoba,faktor yang tidak kalah serunya peran serta penggunaan media sosial yang menyimpang dari ketentuan undang-undang No.11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik.
“Bila saya berbicara dari hasil analisa pengamatan di medsos,pemicu tawuran di Belawan dan sekitarnya yang kerap terjadi,faktor yang paling signifikan yakni diawali ada group anak-anak usia millinial dengan saling ejek yang akhirnya janjian untuk ketemu secara berkelompok untuk perang terbuka alias tawuran.Selanjut para anak-anak kaum millinial tersebut memposting aksi tawuran tersebut ke medsos seperti group di Facebook,mereka bangga bila group mereka paling hebat bila tawuran.Seperti group di Facebook yang namanya KAMCE (Kampung Ceria) sukses merekrut yang rata-rata anak-anak usia millinial mencapai angka 1.909 orang sebagai anggotanya.Dalam kurun waktu 3 hari bisa bertambah mencapai 100 orang sebagai anggota ,”tulis Subhan mengawali komentarnya di pesan WhatsApp yang di terima kru JournalisNews.com,Minggu (23/5/2021).
Lebih lanjut kata Subhan,ada beberapa anak usia millinial yang sengaja membuat group di media sosial seperti Facebook dengan memposting gaya tik tok yang berjoget-joget dengan disertai kata-kata yang tidak etis untuk disebutkan sambil si anak tersebut memegang senjata tajam jenis kelewang atau celurit.
Kesimpulannya,Subhan berharap kepada instansi penegak hukum yang berkopeten dalam masalah penyalagunaan media sosial ini terutama Unit Ciber Ditkrimsus Polda Sumut untuk dapat mengambil langkah-langkah secara Konfrenhensip,karena kejahatan di Medsos ini sudah banyak mempengaruhi anak-anak kaum millinial lainnya untuk bergabung dengan group yang terindikasi sebagai wadah memprofokasi untuk tawuran.Selain itu kejahatan media sosial ini dianggap sudah meresahkan para orang tua dan dianggap telah melanggar undang-undang No.11 tahun 2008 tentang ITE.
“Sudah saatnya kita merubah paradigma tawuran menjadi berlomba-lomba dalam mewujudkan ekonomi kreatif melalui konten-konten media sosial yang bermanfaat bagi masyarakat umum dan menghasilkan pendapatan masyarakat millenial melalui konten-konten yang bermutu,“tandasnya.
Reporter,Abdul Halil