Dairi, JournalisNEWS.com – Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan prediktor utama dampak dari pelayanan KIA. Berdasarkan data Survei Antar Sensus (SUPAS) tahun 2015, AKI mencapai 305 per 100.000 kelahiran hidup. Sementara itu, target penurunan AKI pada tahun 2024 adalah sebesar 183 per 100.000 kelahiran hidup.
Demikian disampaikan Analis Kesehatan Ibundan Anak Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Arjuna dalam acara Pertemuan Pembentukan Jejaring Skrining Layak Hamil, Antenal Care, dan Stunting di One’s Hotel Sidikalang, Senin (19/8/2024).
“Status kesehatan ibu sebelum dan selama hamil berpengaruh terhadap risiko terjadinya prematuritas, berat badan lahir rendah (BBLR), gizi buruk, dan stunting pada bayi dan balita. Hal ini disebabkan oleh tingginya angka kematian ibu, serta kurangnya pelayanan KB dan imunisasi. Untuk mencegah kematian ibu, kematian bayi, dan stunting, peran dinas kesehatan dan berbagai pihak lainnya sangat diperlukan,” ucapnya.
Disampaikan Arjuna, kematian bayi dan stunting merupakan prioritas utama yang harus diberantas dalam upaya pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. “Angka Kematian Bayi (AKB) juga menjadi prediktor utama dampak dari pelayanan bayi baru lahir. Berdasarkan data SDKI 2017, AKB di Indonesia tercatat sebesar 24 per 1.000 kelahiran hidup, dengan target penurunan pada tahun 2024 menjadi 16 per 1.000 kelahiran hidup. Target ini diharapkan dapat tercapai melalui upaya bersama,” katanya.
Menurut Arjuna, untuk mencapai target tersebut, diperlukan dukungan dari semua pihak untuk memberikan kontribusi solutif dan inovatif agar jumlah kematian ibu dapat menurun, sehingga meningkatkan usia harapan hidup sebagai bagian dari penilaian terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
“Strategi yang perlu dilakukan antara lain peningkatan kapasitas SDM, peningkatan kualitas program, penguatan edukasi gizi ibu dan anak, serta penguatan manajemen intervensi gizi di puskesmas dan posyandu. Kejadian yang menyebabkan kematian pada ibu seharusnya dapat diantisipasi sejak dini, baik pada masa sebelum hamil maupun pada saat perawatan masa kehamilan. Saat melakukan ANC di trimester pertama, sudah seharusnya dilakukan deteksi dini terhadap komplikasi obstetri dan kelainan non-obstetri, sehingga tatalaksana kehamilan sehat dan persalinan selamat dapat diwujudkan,” katanya.
Dijelaskan Arjuna, upaya meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak dilakukan dengan pendekatan Continuum of Care, yang dimulai sejak masa pra-hamil, bersalin, nifas, bayi, balita, hingga remaja (baik pria maupun wanita usia subur).
“Program ini ditujukan kepada pasangan usia subur (PUS) melalui program keluarga berencana (KB), sehingga diharapkan setiap PUS dapat merencanakan kehamilannya dengan baik. Selain fokus pada peningkatan kesehatan ibu dan bayi, perhatian khusus juga perlu diberikan pada upaya pencegahan masalah gizi kronis yang dapat memengaruhi perkembangan anak dalam jangka panjang,” katanya. (K.Ujung)