Medan, JournalisNews.com – Pelaksanaan vaksinasi massal dalam rangka gebyar presisi yang diadakan oleh Polri di Gor Serbaguna Pancing Medan berakhir dengan ricuh. Dalam ribuan orang yang sudah menunggu dari pagi hari berdesakan masuk, hingga ada yang terjatuh dan pingsan. Padahal sebelum acara dimulai Wakapolri telah meninjau langsung persiapan vaksinasi massal tersebut.
Eka Putra Zakran, SH MH atau akrab disapa Epza, praktisi hukum dan pengamat sosial dari Kota Medan menegaskan bahwa kegiatan vaksinasi massal justru menjadi persoalan baru, yaitu melanggar standar Protokol Kesehatan (Prokes), khususnya disaat penerapan PPKM Level 4 yang bertujuan untuk memutus mata rantai penyebaran wabah coronavirus disease (Covid-19) agar tidak meluas.
Tampak dalam vidio yang beredar viral, ribuan orang berteriak kepada petugas kepolisian meminta pagar pintu Gor Serbaguna Pancing dibuka agar masyarakat dapat masuk ke areal vaksinasi massal tersebut.
Warga yang sudah menunggu lama sejak pagi hari dijanjikan akan dipanggil berdasarkan nomor antrian, namun sesuai berjalannya waktu tak kunjung juga dipanggil. Sebab itulah warga masyarakat mencoba menerobos pagar hingga terjadi desak-desakan yang berujung ricuh.
Pelaksanaan vaksinasi massal berakhir ricuh menjadi peristiwa yang sangat memalukan selama berjalannya PPKM level 4 ini. Bukan malah membatasi masyarakat untuk tidak berkeumun, tapi justru mengundang kerumunan massal, desak-desakan dan kericuhan.
Peristiwa kericuhan yang terjadi saat vaksinasi pada Selasa (3/8/2021) jelas melanggar prokes dan mengundang perhatian publik. Pihak penyelenggara harus bertanggung jawab.
Penyelenggaranya harus ditindak, karena membuat kekacauan dan kegaduhan. Disamping membuat kerumunan, juga terjadi desak-desakan sampai ada yang pingsan, sementara pemerintah sedang menerapkan PPKM Level 4.
Merujuk pada ketentuan pasal 4 UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan jo pasal 14 huruf (a)KUHP dan UU No. 8 tahun 1981 tentang Kitab Undand-Undang Hukum Acara Pidana maka telah terjadi pelanggaran prokes. Sebab itu lihak penyelenggara bisa dikenakan sanksi pidana.
Salah satu aturan prokes, yaitu menjaga jarak, dengan kata lain orang harus menghindari kerumunan atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerumunan untuk mencegah penularan Covid-19. Selain itu orang diwajibkan memakai masker dan menjaga kebersihan dengan mencuci tangan.
Intinya kalau mau bicara penegakan hukum dan keadilan (law inforcement), aturan yang ada harus ditegakkan. Jangan tebang pilih terhadap siapapun. Sehingga hukum tegak sebagai panglima.
Hemat saya kerumunan yang terjadi akibat pelaksanaan vaksinasi massal di Gor Pancing lebih parah sebenarnya dari kerumunan yang dilakukan oleh HRS. Sementara HRS ditahan dan diproses secara hukum. Nah terhadap pelaksana vaksinasi massal yang amburadul ini pun harusnya diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku, itu baru adil.
Tujuan vaksinasi massal ini apa? kalau memang bertujuan untuk memutus mata rantai dan menghentikan penyebaran Covid-19 serta heard immunity, prosedurnya harusnya mengutamakan standar prokes. Jangan membuat kerumunan yang justru berakhir ricuh. Intinya kalau buat acara jangan amburadul lah tapi harus super dan ekstra ketat.
Sejatinya, dalam setiap pelaksanaan vaksinasi massal wajib diterapkan standar prokes secara ketat. Ini tidak main-main lho, kondisi kita saat ini berada pada PPKM Level 4, jadi dilarang berkerumun, pungkas Epza yang merupakan Ketua Divisi Infokom KAUM, mantan Ketua Pemuda Muhammadiyah Kota Medan Periode 2014-2018 itu.
Reporter,Abdul Halil